Jakarta: Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika menilai kritik yang disampaikan oleh majalah berbahasa Inggris The Economist terhadap kinerja Pemerintah Indonesia tidak berdasarkan data yang akurat.
"Kami mengapresiasi atas kritik yang disampaikan oleh The Economist, namun banyak dari kritik itu yang perlu diklarifikasi karena tidak didasarkan kepada data yang akurat dan peta komprehensif atas kemajuan ekonomi Indonesia dari waktu ke waktu," kata Ahmad Erani Yustika, seperti dikutip dari Antara, di Jakarta, Senin, 28 Januari 2019.
Menurut Erani, The Economist mengkritik Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla karena menekankan pada upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan mengedepankan geliat investasi menarik investor.
Majalah tersebut pada pekan lalu membuat tulisan tentang kritik janji kampanye Presiden Joko Widodo untuk memberikan pertumbuhan PDB sebesar Tujuh persen per tahun pada akhir masa jabatan pertamanya.
Namun realisasinya hanya sekitar lima persen. Prospek untuk 2019 juga terlihat tidak lebih baik, terutama karena Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan enam kali dalam sembilan bulan terakhir untuk menahan penurunan rupiah.
Kritikan kedua adalah soal rendahnya kualitas tenaga kerja Indonesia yang memiliki kualifikasi yang baik. Hal ini dikeluhkan oleh para pebisnis tentang kurangnya pekerja Indonesia yang terampil. Meski 20 persen anggaran APBN untuk pendidikan namun standar pendidikan di Indonesia masih rendah.
The Economist juga melihat tingginya upah tenaga kerja Indonesia. Upah pekerja manufaktur Indonesia 45 persen lebih tinggi dari Vietnam karena kebijakan populis pemerintah daerah (pemda) yang sebagian besar merupakan politikus untuk mengangkat suara mereka.
Kritikan lainnya adalah dalam hal belanja anggaran karena pada awalnya pemerintahan Jokowi-JK. Awalnya Jokowi fokus untuk pembangunan infrastruktur namun dalam anggaran 2018, The Economist melihat modal untuk infrastruktur justru menurun, digantikan dengan belanja subsidi.
Menanggapi kritikan itu, Erani mengatakan, indikator-indikator makroekonomi Indonesia tetap solid dan cenderung membaik. Beberapa indikator yang dimaksud adalah tren pertumbuhan ekonomi Indonesia justru naik dari 5,01 persen pada 2014 menjadi 5,17 persen pada kuartal III-2018.
Tren pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan penurunan sejak 2011 hingga 2015. Pada 2011, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,4 persen dan turun menjadi 4,9 persen pada 2015; setelah itu pertumbuhan ekonomi menanjak kembali secara perlahan di saat negara lain pertumbuhan ekonomi makin turun, termasuk Tiongkok.
"Kualitas pertumbuhan ekonomi membaik. Untuk pertama kalinya sejak 2016 pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan angka kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pendapatan secara bersamaan. Seperti diketahui, pada periode 2005-2014 ketimpangan pendapatan terus meningkat," tambah klaim Erani.
(ABD)
Ada banyak variabel dan komponen tak terduga yang mengganjal laju pertumbuhan ekonomi domestik.
BPS mencatat ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2018 tumbuh positif 5,17%. Ini adalah pertumbuhan ekonomi tertinggi sepanjang empat…
Gelaran Pemilu 2019 yang dilakukan serentak pada pertengahan April diprediksi membuat ekonomi kuartal I kinclong.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bersama para pelaku usaha mendiskusikan tantangan yang dihadapi dunia logi…
Capaian itu lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada 2017 yang hanya sebesar 5,07 persen.
Tubuh yang lelah akan menurunkan daya pikir dan konsentrasi. Kondisi ini berisiko menimbulkan kecela…
Tampak tak berguna, namun ternyata nongkrong bersama teman punya banyak manfaat positif.
Pemerintah memenangkan senilai Rp8,12 triliun lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengumpulkan seluruh pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesi…
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengimbau kepada masyarakat luas agar dapat lebih berhati-hati dan waspada terhada…
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan dana pengembangan dan riset di Indonesia sudah mencapai Rp26 triliun.
Bos Bukalapak Achmad Zaky sempat mengkritisi kecilnya anggaran penelitian dan pengembangan atau (R&D) Indonesia dalam akun media s…
Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu dijuluki sebagai menteri pencetak utang.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tampak serius dalam menjaga reputasi internasional Indonesia.
Semakin tinggi pohon, maka semakin kencang anginnya. Peribahasa tersebut diucapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat dite…
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan alasan penjualan avtur dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PP…
Kebocoran tak sampai 3 persen dan terjadi karena praktik korupsi.
Perlakuan pengenaan pajak pendapatan nilai (PPN) untuk avtur bagi penerbangan domestik di Indon…