Ilustrasi Mahkamah Konstitusi. Medcom.id.
Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tak memikirkan implikasi dari putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Putusan menuai kontra karena MK mengubah masa jabatan pimpinan lembaga negara.
"Kurang memperhatikan implikasi Putusan 112/PUU-XX/2022 secara komprehensif berkaitan dengan perubahan masa jabatan pimpinan KPK yang merupakan lembaga negara independen terhadap penyelenggaraan negara," kata Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Dian Kus Pratiwi melalui keterangan tertulis, Sabtu, 27 Mei 2023.
Dian menuturkan salah satu implikasinya yakni terhadap positive legislature. MK dinilai terlalu jauh masuk ke ranah legal policy yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang atau DPR dalam menentukan masa jabatan pimpinan lembaga negara independen.
Ia juga menilai putusan itu mestinya berlaku setelah pimpinan KPK era Firli Bahuri cs atau periode 2019-2023. Hal itu juga menjaga MK dari pandangan masyarakat terhadap dugaan adanya kepentingan politis dengan pimpinan KPK saat ini.
"Bahwa seharusnya putusan MK tersebut tidak dapat berlaku untuk pimpinan KPK pada periode saat ini. Karena lekat dengan pemberlakuan asas non-retroaktif yang mana hukum tidak dapat berlaku surut," ujar Dian.
PSHK FH UII juga mendorong kepada pembentuk undang-undang untuk segera melakukan perubahan Undang-Undang tentang KPK. Karena pada beleid itu mengatur mengenai masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun dan mesti diubah menjadi lima tahun serta dapat diberlakukan pada periode selanjutnya.
"Selain itu, kepada KPK, untuk tetap fokus terhadap tugas dan wewenang yang diberikan dalam Undang-undang yakni melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dan menghindari berbagai penyalahgunaan wewenang," kata Dian.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengajukan permohonan uji materi atau judicial review (JR) ke MK terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan Lembaga Antikorupsi menjadi lima tahun. Masa jabatan pimpinan KPK saat ini dalam satu periode hanya empat tahun.
Gugatan itu dikabulkan. MK menilai masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak saja bersifat diskriminatif. Tetapi juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lain yang memiliki masa jabatan lima tahun.