NEWSTICKER

Argentina Cetak Rekor Inflasi Bulanan Tertinggi dalam 30 Tahun

Ilustrasi peso Argentina. Foto: Associated Press.

Argentina Cetak Rekor Inflasi Bulanan Tertinggi dalam 30 Tahun

Wisnu Artosubari • 15 September 2023 14:11

Buenos Aires: Inflasi Argentina tercatat sebesar 12,4 persen pada Agustus. Angka ini mengalami kenaikan bulanan tertinggi dalam lebih dari tiga dekade di negara yang dilanda ketidakstabilan ekonomi kronis.

Laporan Indec, Badan Statistik Argentina yang diterbitkan sebulan sebelum pemilihan umum, mencatat harga-harga barang juga naik 124 persen selama 12 bulan terakhir.

"Tidak ada apa-apa, tidak ada uang untuk ditabung. Kami hidup sehari-hari," kata seorang guru, Karina Sablich, sambil berbelanja, dilansir Media Indonesia, Jumat, 15 September 2023.

Menteri Ekonomi Sergio Massa, yang mencalonkan diri sebagai presiden mengatakan Agustus merupakan salah satu bulan terburuk dalam 30 tahun terakhir bagi perekonomian Argentina. Ia lantas menyalahkan Dana Moneter Internasional.

Peningkatan inflasi sudah diperkirakan terjadi setelah peso didevaluasi sebesar 21 persen pada Agustus. Ini disepakati dengan IMF untuk membuka sebagian dari paket pinjaman senilai USD44 miliar.

Terakhir kali inflasi bulanan mencapai dua digit pada April 2002 ketika mencapai 10,4 persen. Sebelumnya, tingkat bulanan tertinggi tercatat sebesar 27 persen pada Februari 1991. Harga makanan dan minuman nonalkohol mengalami lonjakan tertinggi pada Agustus sebesar 15,6 persen.

"Rencana antiinflasi diperlukan, tetapi jelas hal itu tidak akan terjadi sampai pemerintahan baru mengambil alih pada Desember," kata ekonom Victor Beker dari Universitas Belgrano.


Baca juga: Menko Airlangga: Indonesia Negara Extraordinary
 

Argentina sempat terkena hiperinflasi


Masyarakat Argentina tidak asing dengan kesengsaraan inflasi. Ada beberapa periode hiperinflasi pada akhir 80-an dan awal 90-an yang mencapai hingga 3.000 persen.

Untuk keluar dari krisis tersebut, pemerintah mematok mata uangnya terhadap dolar AS. Namun situasi ekonomi yang memburuk membuat hal tersebut tidak dapat dipertahankan pada 2001. Ketika peso tidak digabungkan dengan greenback, nilainya anjlok. Ini menyebabkan bank-bank bangkrut karena tabungan masyarakat habis dan kerusuhan sosial yang mematikan.

Beberapa hari setelah devaluasi tersebut, Argentina gagal membayar utang luar negerinya, sehingga semakin memperparah krisis ekonomi dan sosialnya. Sejak itu, Argentina telah berjuang menghadapi siklus naik turun, inflasi, devaluasi mata uang, dan restrukturisasi utang.

"Kami terus melanjutkan segalanya, mengetahui untuk saat ini segalanya tidak akan berubah. Itu hal paling menyedihkan saat berada di negara ini, ketidakpastian, kita tidak tahu bagaimana kita akan keluar, siapa yang akan mengeluarkan kita, bagaimana kita akan melakukannya," kata guru Sablich.


Baca juga: The Fed Perlu Terus Naikkan Suku Bunga Pastikan Inflasi Terkendali
 

Hal memalukan


Banyak warga Argentina yang lelah mendukung pihak luar yang radikal dalam pemilihan presiden pada Oktober. Anggota parlemen Buenos Aires, Javier Milei, yang berjanji menggerakkan bank sentral dan mendolarisasi perekonomian, pada Agustus memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan pendahuluan gabungan antara semua partai. Ini dipandang sebagai ujian berat untuk perolehan suara utama.

Saingan utamanya ialah mantan Menteri Keamanan Patricia Bullrich dari sayap kanan dan Menteri Ekonomi Massa dari koalisi kiri-tengah yang berkuasa. Bullrich mengecam angka inflasi di media sosial sebagai aib dan mengatakan angka tersebut menyimpulkan tragedi yang ditinggalkan oleh Massa dan seluruh pemerintahan.

Massa, yang berusaha meringankan tekanan pada kantong warga, pada Senin mengumumkan penaikan pendapatan bulanan minimum kena pajak menjadi 1,7 juta peso (USD4.850 tarif resmi, USD2.300 di pasar paralel). Jumlah ini dua kali lipat dari sebelumnya.

"Ini akan menyebabkan kurang dari 800 ribu orang di negara berpenduduk 45 juta jiwa yang membayar pajak penghasilan," kata Massa.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Ade Hapsari Lestarini)